Miris! Punya Harta Karun Ini, Tapi RI Gak Punya Pabriknya

Cantiknya Pulau Messah, Pulau Berselimut Panel Surya di Timur RI. CNBC Indonesia/Gustidha Budiartie

Indonesia memiliki sumber “harta karun” energi yang melimpah. Tak hanya batu bara atau pun gas bumi, Indonesia ternyata memiliki “harta karun” energi baru terbarukan (EBT) yang besar.

Adapun salah satu “harta karun” energi baru terbarukan RI yang besar yakni energi matahari atau surya.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2021, potensi energi surya di Indonesia tak main-main jumlahnya yakni mencapai 207,8 Giga Watt (GW). Maka, tak salah bila energi surya ini disebut sebagai salah satu ‘harta karun’ energi RI.

Namun sayangnya, besarnya potensi energi surya di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal untuk sumber energi di Tanah Air. Bahkan, pabrik pembuatan panel surya pun belum ada di negeri ini.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi baru terbarukan dari surya. Namun sayangnya, dia mengakui bahwa RI belum memiliki pabrik untuk membuat panel surya yang nantinya bisa menghasilkan listrik.

“Kita punya energi terbarukan (energi surya) tapi kita tidak punya pabriknya untuk mengolah. Jadi nanti kita dorong pabriknya (di Indonesia),” ungkap Dadan saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (16/3/2023).

Perlu diketahui, sepanjang 2022 lalu, kapasitas pembangkit EBT bertambah sebesar 1.004 MW. Dengan demikian, kapasitas terpasang pembangkit EBT secara nasional secara total telah mencapai 12.535 MW hingga 2022.

Nah, dari 12.535 MW pembangkit energi baru terbarukan tersebut, kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) “hanya” sebesar 250 Mega Watt peak (MWp). Artinya, kapasitas PLTS baru 2% dari total kapasitas pembangkit berbasis energi baru terbarukan.

Bila dibandingkan dengan potensinya yang mencapai 207,8 GW, artinya pemanfaatan energi surya untuk menjadi sumber energi listrik masih di bawah 1%, tepatnya 0,12%.

Meski demikian, pemerintah meyakini pemanfaatan PLTS ini ke depannya akan semakin berkembang.

Dadan melanjutkan, selama ini Indonesia hanya mengimpor panel surya. Dengan begitu, dia mengatakan dalam jangka panjang, Indonesia akan bangun industri PLTS mulai dari hulu hingga hilirnya. Dengan demikian, Indonesia bisa memanfaatkan ‘harta karun’ yang ada dengan maksimal.

“Ya (bangun pabrik) di Indonesia. Kalau per sekarang dalam bayangan saja, nggak jangka pendek, adalah pabrik PLTS dari hulu, bukan nyambung-nyambung selnya diimpor. Kita ingin punya itu, industri yang hulunya, Pak Menteri ESDM juga sering menyampaikan,” tambah Dadan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa Singapura menginginkan adanya ekspor listrik Solar Panel dari Indonesia.

Namun, Luhut membeberkan bahwa Indonesia ingin proses pembuatan solar panel akan dilakukan sepenuhnya di dalam negeri. Luhut menjelaskan bahwa Indonesia ingin membangun industri dalam negeri mulai dari solar panel, baterainya, dan produk turunan selanjutnya, yang mana nantinya produk akhir baru akan diekspor.

“Mengenai mereka (Singapura) pingin ada ekspor solar panel dari Indonesia listriknya, dan Singapura. Tapi kita nggak mau begitu, maunya harus end to end. Kita harus bangun solar panel di sini, industrinya, kemudian baterainya, dan seterusnya. Baru kita ekspor ke Singapura jadi win-win,” ungkapnya usai acara Indonesia Leading Economic Forum 2023, Jakarta, Selasa (14/3/2023).

Dengan demikian, lanjutnya, nantinya Indonesia akan mengekspor produk akhir, bukan hanya mengekspor bahan mentahnya saja.

Luhut menyebutkan investasi dalam membangun industri untuk solar panel bisa mencapai US$ 50 miliar atau setara dengan Rp 769,4 triliun (asumsi kurs Rp 15.389 per US$).

“Investasi seluruhnya nanti kalau kita lihat bisa potensi ke US$ 50 miliar,” tambahnya.

Adapun, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto juga pernah mengungkapkan bahwa pihaknya serius dalam mendorong akselerasi penggunaan energi baru terbarukan, salah satunya terkait energi surya dengan pemanfaatan PLTS.

Namun untuk menggenjot pengembangan energi baru terbarukan itu tidak murah. Indonesia sendiri setidaknya butuh dana hingga Rp 4 triliun untuk membangun produksi panel surya.

“Saya bahkan pernah punya ide mengumpulkan BUMN menghadap menteri keuangan dan Kementerian Sekretariat Negara terkait kebutuhan dana Rp 4 triliun,” jelasnya dalam Energy & Mining Outlook 2023, Kamis (23/2/2023).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*